Menurut penuturan, Juariyah, ibu dari ketiga bersaudara tersebut, Minggu (5/8), di Ponorogo, karena tidak memiliki biaya berobat, ia hanya pasrah atas penyakit yang dialami anaknya tersebut. "Karena itu, enam bulan lalu Basori anak pertama saya yang juga kerdil meninggal, sehingga sekarang anak saya tinggal dua ini," katanya saat ditemui di kediamannya.
Dari keterangan ahli medis setempat, kata dia, ketiga anaknya tersebut mengalami kekurangan sumsum akibat kekurangan gizi dan kalsium. Menurut dia, awalnya ketiga anaknya tersebut tumbuh normal seperti anak lainya. Namun menginjak usia 10 tahun, mereka menderita demam tinggi dan nyeri persendian.
"Sejak saat itu, tubuh anak saya tidak bisa meninggi, bahkan tiap tahun kian menyusut,"ujarnya.
Selain itu, lanjut dia, Khudori terpaksa harus mengenakan tongkat untuk berjalan, karena tulangnya terasa sakit jika berjalan. Akibat penyakit tersebut, keluarga Juariyah merasa diasingkan oleh tetangga dan warga setempat. Namun Juariyah dan kedua anaknya tidak pernah putus asa, bahkan untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari mereka setiap harinya berburu buah asam yang jatuh di sepanjang jalan desa setempat.
Buah asam yang diperolehnya tersebut kemudian dikumpulkan terus dijemur, dibuang isi dan kulitnya, lalu dijual ke pasar Jenangan. "Selain berburu asam, saya dan kedua anak saya juga bekerja menjadi perajin anyaman bambu," kata Juariyah.
Selain itu, dua bersaudara tersebut juga sebagai tukang service radio, meski tidak pernah khusus elektronik. "Untuk bisa service radio, saya belajar sendiri," kata Khudori.
Dari pekerjaan inilah, mereka sekeluarga bisa mendapatkan penghasilan untuk kebutuhan hidup setiap harinya. Dalam kondisi keterbatasan ini, mereka berharap ada yang mau memberi bantuan modal untuk mengembangkan usaha yang saat ini sedang dilakukannya. "Saya cuma butuh modal untuk mengembangkan usaha ini," kata Imron . (*/boo)Source: http://www.kapanlagi.com
No comments:
Post a Comment