Search This Blog

Sunday, September 27, 2009

Tukang Becak Pakai Kaos Yogyakarta Mardika Wae

YOGYAKARTA--Sekitar 100 tukang becak anggota Paguyuban Becak Wisata Yogyakarta kemarin menjejerkan becak-becak mereka membelakangi Istana Negara Gedung Agung, di Jl Malioboro.

Aksi ini sebagai simbol ''kekesalan'' mereka atas berlarut-larutnya pembahasan Rancangan Undang-Undang Keistiewaan DI Yogyakarta.

''Komisi II DPR sedah setuju dengan bahwa gubernur di DIY diputuskan melalui penetapan. Kenapa pemerintah malah sepertinya tak mempedulikannya,'' kata Paimin (57 tahun), ketua Paguyuban Becak Wisata Yogyakarta, di sela aksi tersebut.

Selain memarkir becak mereka membelakangin Gedung Agung, para tukang becak ini juga menggelar spanduk-spanduk bertulisan ''Yogyakarta Merdeka Wae''. Spanduk panjang dirangkai sesajar becak-bejak yang berjejer tersebut.

Aksi yang dimulai sekitar pukul 16.00 ini mengundang perhartian para wisatawan pasca lebaran, yang sedang berkunjung ke kawasan Malioboro. Aksi ini semakin menambah macet kawasan tersebut, yang selama liburan lebaran ini memang ramai dikunjungi wisatawan. Aksi berlangsung sekitar satu jam dibawah pengawasan polisi dari Polwiltabes Yogyakarta.

Aksi ini juga diwarnai dengan pembakaran caping-caping tukang becak dan kaos serta baju, yang kemudian mereka manggantinya dengan menggunakan kaos bertulisan ''Yogyakarta Merdeka Wae''.

Paimin mengatakan aski ini murni bentuk keprihatinan wong cilik di Yogyakarta. Katanya, 1.300 tukang becak anggota paguyuban ini akang menggelar unjuk rasa yang lebih besar lagi bila RUUK tidak segera disyahkan ''sesuai dengan aspirasi warga Yogya'' -- yang menginginkan Sultan Kraton Yogyakarta ditetapkan langsung menjadi gubernur, dan Adipati Pura Paku Alam ditetapkan sebagai wakil gubernur.

Sebelumnya, berkaitan dengan molornya pengesahan RUUK ini, paguyuban warga Yogyakarta ''Gentaraja'' kemarin siang juga menggelar jumpa pers, yang menjelaskan kecewaan mereka atas sikap pemerintahan Prisiden SBY.

Koodiantor Gentaraja, Sunyoto, mengatakan ia mengatakan bila RUUK nantinya memutuskan bahwa gubernur DIY harus dipilih melalui pemilahan langsung ataupun melalui pemilihan perwakilan, keputusan itu sama saja dengan menghianati Amanat 5 September 1945, yang dibuat Sri Sultan HB IX dan Paku Alam VIII.

Menurut dia, merobek Amanat 9 September 1945 dan rentetan peristiwanya berarti memutus ijab qobul bergabungnya Kasultanan Yogyakarta dan Kadipaten Paku Alam ke NKRI.

''Bila itu terjadi, berarti secara hukum Nagari Ngayogyokarto aka otomatis menjdi nagari merdiko,'' katanya.

Ia mengatakan paguyubannya menginginkan keputusan RUUK itu mengatur agar penetapan Sultan sebagai kepala daerah dan kepala pemerintahan di DIY dan Adipadi Paku Alam sebagai wakilnya. yoe/taq

http://www.republika.co.id

No comments:

Post a Comment

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...